God bless this mess.



Sabtu, 23 Oktober 2010

I am a contra.

..
I had a feeling once
That you and I
Could tell each other everything
For two years

But even with an oath
With truth on our side
When you turn away from me
It’s not right

I think ur a contra

My revolution thoughts
Your little arrows of desire
I want to trace them to the source
And the wire

But it’s not useful now
Since we’ve both made up our minds
You’re going to watch out for yourself
And so will I

I think ur a contra
And I think that you’ve lied
Don’t call me a contra
Till you’ve tried

You wanted good schools and friends with pools
You’re not a contra


You wanted rock and roll, complete control
Well, I don’t know

Never pick sides
Never choose between two
Well I just wanted you
I just wanted you

You said,
“Never pick sides
Never choose between two”
Well I just wanted you
I just wanted you

I think ur a contra
And I think that you’ve lied
Don’t call me a contra
Till you’ve tried

..

Pucat. Lagu ini pucat. Persis ketika Ezra Koenig menyuarakan vokal di akhir kalimat dengan panjang, menarik-narik, lalu lebur bersama udara. Bukankah biru adalah akhir dari segala yang sempat beradu?

I think you're a contra.

Hap. Dan pikiranku tidak beranjak lagi. Hati sudah berhambur pergi.

Ada kurang lebih 5 alat musik masuk malu-malu, seperti enggan terdengar. Dan entahlah, keengganan ini seperti menyadari kelemahannya masing-masing lalu memutuskan untuk saling menguatkan.

Ketukan simbal bersekutu dengan norma alam. Seakan membentuk aliran birokratis yang mengarahkan beberapa baris memori yang telah tersortir rapi untuk di-reshuffle.

Dan di sinilah aku.

Berkelahi dengan alam, lalu kalah dan terduduk dalam biru. Kapan aku bisa pulang?

Dua tahun. Sepertinya kita sepakat bahwa lagu "Lucky Man" milik Mocca sebenarnya adalah lagu patah hati.

Dua tahun. Sepertinya kita sepakat bahwa toilet dan tinja adalah topik yang tidak kalah menarik ketimbang bulan dan bintang.

Dua tahun. Sepertinya kita sepakat bahwa nikotin dan kafein sudah bersahabat sejak lama.

Dua tahun. Sepertinya kita sepakat bahwa kita akan menjadi pasangan pertama yang akan meneliti pergerakan awan dan letak aurat donal bebek.

Dua tahun. Sepertinya kita sepakat bahwa aku adalah Adelia dalam puisi "Adelia".

Aku lupa, sejak kapan aku mulai mengikrarkan diri sebagai orang lain. Jengah dengan kelemahan, namun hinggap pada kelemahan yang lain.

Aku ingin pulang. Pulang ke bahasaku. Bahasa yang mengenal kata 'bahagia'.

Semoga masih ada.

2 komentar:

Ariza mengatakan...

Tentu saja masih ada! Apa-apaan kamu bilang begitu gadis berkemeja tartan dan ber-winter hat? ;)

Adelia Surya Pratiwi mengatakan...

:)

masalahnya dia sempat menghilang bersama gelombangnya. Jadi bukan cuma tidak ada, tetapi juga tidak terasa. Lebih parah dari udara. :')

Ah, dan kamu, gadis semampai, bagikanlah sedikit yang kamu punya. Sedikit tentang kosakata itu. :)